PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYASA BANTEN
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL
MATA
KULIAH : DESIGN & PERENCANAAN
PEMBELAJARAN
PRODI : TPm
KELAS : E (AL-AZHAR)
DOSEN : LILY BARLIA, M.Sc., M.Ed.,
Ph.D.
NAMA : TB.
MAMAN SUHERMAN
NIM : 2321100 217
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU DALAM
MEMYUSUN DESAIN DAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
PENGERTIAN DESAIN PEMBELAJARAN
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang,
misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses.
Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori
tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi
pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan
fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai
mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain
pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem
pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.
Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan pengembangan sistematis tentang
spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori
belajar untuk menjamin mutu pembelajaran.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan
tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian
bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.
Desain pembelajaran adalah suatu
prosedur yang terdiri dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di
dalamnya terdiri dari analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan
menilai hasil belajar (Seels & Richey, AECT 1994).
Hal tersebut juga dikemukakan oleh
Morisson, Ross & Kemp (2007) yang mendefinisikan desain pembelajaran
sebagai suatu proses desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang
lebih efektif dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah,
yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran,
teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan,
dan metode-metode manajemen. Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk
mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah
informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan
manusia untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
Menurut Morisson, Ross & Kemp
(2007) terdapat empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran.
Keempat hal tersebut mewakili pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau peserta ajar)
2. Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
3. Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi pembelajaran)
4. Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah
dicapai? (prosedur evaluasi)
IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk itu para desainer dapat
menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga bentuk pendekatan yang
berbeda-beda berikut dalam mengidentifikasi masalah, yaitu:
a. Analisis Kebutuhan
Dalam konteks pengembangan
kurikulum, John McNeil (1985) mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai suatu
proses yang menentukan kebutuhan dalam pendidikan dan apa yang menjadi
prioritasnya. Kebutuhan yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana terdapat
suatu kesenjangan antara apa yang diterima oleh siswa dengan apa yang diharapkan
diterima oleh siswa. Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dijelaskan
oleh Seels dan Glasgow
(1990) yang menyatakan bahwa analisis kebutuhan adalah proses mengumpulkan
informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan tersebut
untuk dipecahkan.
Berdasarkan pengertian di atas
disebutkan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu proses artinya ada rangkaian
kegiatan dalam pelaksanaannya. Proses yang diawali dengan perencanaan,
mengumpulkan data, menganalisa, dan berakhir pada mempersiapkan laporan akhir.
Proses analisis kebutuhan menurut Morisson,
Ross & Kemp (2007) proses tersebut mempunyai empat fungsi,
diantaranya adalah:
1. Proses untuk
mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan tugas-tugas tertentu, yaitu
masalah apa yang mempengaruhi performance.
2. Proses untuk
mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat kritis, termasuk kebutuhan yang
mempengaruhi dari segi financial, keselamatan, atau mengganggu stabilitas
lingkungan pendidikan.
3. Proses untuk menyusun prioritas
guna menyeleksi suatu intervensi.
4. Proses yang menyediakan data
dasar untuk menguji efektifitas suatu pembelajaran.
b. Analisis Tujuan
Kadang-kadang pendekatan analisis
kebutuhan tidak praktis dan realistis, oleh sebab itu biasa digunakan
pendekatan alternatif lainnya untuk mendefinisikan masalah, yaitu analisis
tujuan. Mager (1984) mendeskripsikan analisis tujuan sebagai suatu
metode untuk mendefinisikan yang tidak terdefinisikan. Beberapa desainer
menganggap analisis tujuan sebagai suatu bagian penting dalam proses analisis
kebutuhan. Tidak seperti analisis kebutuhan yang dimulai dengan
mengidentifikasi masalah, analisis tujuan dimulai dengan memberikan saran
berupa suatu permasalahan.Misalnya, seorang kepala sekolah memintamu untuk
mengatur suatu pelatihan internet bagi guru di sekolahnya. Ketika anda tidak
mengenal para guru, anda dapat menghadiri pertemuan fakultas keguruan misalnya
dan mengadakan analisis tujuan untuk menentukan apa yang para guru inginkan
dalam pelatihan itu. Analisis tujuan juga dapat menggunakan data dari analisis
kebutuhan untuk menyusun prioritas. Misalnya, analisis kebutuhan
mengidentifikasi kebutuhan untuk melaksanakan pelatihan internet bagi para
guru. Dari data tersebut, analisis tujuan akan menggunakan kebutuhan tersebut
serta mewawancara kegiatan pelatihan itu untuk menentukan tujuan pengajaran.
Sejalan dengan Klein, dkk (1971) dan Mager (1984a), Morisson dkk (2007)
memaparkan ada enam tahapan dalam analisis tujuan, diantaranya: (1)
identifikasi tujuan, dengan mengikutsertakan para ahli yang memahami
permasalahan yang sedang dihadapi untuk menentukan satu atau dua tujuan yang
berhubungan dengan kebutuhan tadi. Suatu tujuan yang mengarahkan kita pada
permasalahan yang ada; (2) menyusun hasil yang ingin dicapai, artinya
membiarkan para ahli tadi untuk membuat sejumlah hasil yang ingin dicapai untuk
setiap tujuan yang sudah dibuat. Hasil tersebut harus mengidentifikasikan sikap
yang ditunjukkan siswa; (3) memperbaiki hasil, tahap ini adalah tahap utama
penyeleksian, seperti sorot semua hasil yang ada dan hapus jika ada yang double,
kombinasikan hasil yang serupa dan lain sebagainya untuk memperjelas pernyataan
hasil akhirnya; (4) mengurutkan hasil, urut dan pilihlah hasil yang paling
penting.Mengurutkannya itu bisa berdasarkan manfaatnya, hal-hal yang dapat
menyebabkan masalah jika hal tersebut diabaikan, atau criteria-kriteria yang
relevan lainnya. (5) memperbaiki hasil kembali, tahap ini memverifikasi
kebutuhan yang ada dan hasil yang ingin dicapai memiliki saling keterkaitan
dengan tugasnya, yaitu dengan cara mengidentifikasikan kesenjangan antara hasil
yang ingin dicapai dengan kenyataan yang ada. (6) membuat final ranking,
maksudnya mengurutkan kembali urutan hasil yang ingin dicapai dengan
mempertimbangkan seberapa penting hasil yang ingin dicapai itu dapat mendukung
pengajaran, kemudian mempertimbangkan pula efek secara keseluruhan dari hasil
tadi.
c. Analisis performance
Mager (1984)
mendeskripsikan analisis performance sebagai suatu bantuan untuk
mengidentifikasi masalah performance. Rosetti (1999) mendeskripsikan
proses ini sebagai pencarian sumber masalah. Analisis ini membantu untuk
memutuskan apakah hasil pelatihan itu benar-benar dialamatkan pada masalah agar
diselenggarakannya pelatihan atau karena adanya intervensi lain yang lebih
mengenai Kebutuhan atau masalah individu ataupun suatu organisasi sering
berubahubah, masalah hari ini belum tentu sama dengan masalah yang akan
dihadapi satu atau enam bulan yang akan datang. Oleh sebab itu, analisis
kebutuhan, analisis tujuan dan analisis performance sering dibatasi oleh
waktu dan harus selalu diperbaharui.
Pertanyaan selanjutnya, kapan
desainer pembelajaran melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada? Roseti
(1999) mengidentifikasi ada 4 peluang untuk mengidentifikasi masalah yang
muncul, diantaranya pada saat memperkenalkan atau menyambut suatu produk baru.
Kesempatan kedua yaitu pada saat merespon permasalahan yang terjadi. Ketiga,
pada saat menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi sumber daya
manusia, sehingga mereka selalu dapat berkontribusi kepada pertumbuhan suatu
organisasi. Dan yang keempat adalah pengembangan strategi, dimana suatu analisa
dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membuat keputusandalam
merencanakan suatu strategi.
d. Analisis
Karakteristik Siswa
Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, komponen dasar pertama dalam suatu perencanaan desain pembelajaran
adalah siswa. Proses pembelajaran pada hakikatnya bertujuan untuk membelajarkan
siswa agar memperoleh tujuan yang ingin dicapai, oleh sebab itu siswa harus
dijadikan pusat dari segala kegiatan. Dengan demikian, analisis siswa merupakan
suatu hal yang sangat penting sebelum merencanakan suatu desain pembelajaran
untuk mengetahui kondisi siswa, seperti informasi apa saja yang harus diterima
ataupun yang dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum? Masalah apa saja yang
mereka hadapi dalam proses belajar? dan lain sebagainya. Kemudian
keputusankeputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaranpun
disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan
dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri.
Diawal analisa, tugas yang paling
penting dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik mereka yang paling
krusial terhadap pencapaian tujuan pelatihan. Heinich, Molenda, Russell, dan
Smaldino (1999) menyarankan kepada para desainer untuk mempertimbangkan tiga
buah karakteristik siswa diawal proses analisa, yaitu: karakteristik
umum, karakteristik yang spesifik dan gaya
belajar. Karakteristik umum merupakan variable yang luas, seperti jenis
kelamin, usia, pengalaman kerja, pendidikan, dan suku bangsa. Kemudian
karakteristik yang spesifik meliputi kemampuan dan sikap yang harus dimiliki
oleh siswa untuk mengikuti pembelajaran. Sedangkan gaya belajar lebih kepada sifat perorangan
dalam melakukan tugas belajarnya dan memproses informasi. Sebagian dari mereka
suka mencari metode-metode tertentu yang paling sesuai untuk belajar. Selama
ini, telah diketahui bahwa daripada menghadiri kuliah dan membaca teks materi, beberapa individu lebih nyaman
belajar dari media visual, dan ada pula yang lebih nyaman lagi belajar dari
aktifitas fisik dan manipulasi objek.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Dalam konteks pendidikan, tujuan
merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Artinya,
tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga, dan
sebagai arah yang harus dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Komponen
ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Kalau
diibaratkan, tujuan pembelajaran adalah jantungnya, dan suatu proses
pembelajaran terjadi manakala terdapat tujuan yang harus dicapai. Setiap guru
perlu memahami dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran, karena rumusan
tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan
proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala
siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan pencapaian tujuan
merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran.
Tujuan pembelajaran juga dapat
digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa dalam melaksanakan
aktifitas belajar. Berkaitan dengan hal tersebut, guru juga dapat merencanakan
dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa
belajar.
Tujuan pembelajaran membantu dalam
mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu
guru dalam menentukan materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran,
alat, media dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat
evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa. Selain itu, tujuan
pembelajaran juga dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas-batas
dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru dapat
mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan
tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat
ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.
STRATEGI PEMBELAJARAN
Desain pembelajaran dibagi menjadi
dua tingkatan, yaitu strategi penyampaian dan strategi pembelajaran. Strategi
penyampaian menggambarkan lingkungan belajar secara umum. Lingkungan belajar
ini mulai dari presentasi pengajaran biasa hingga ke interaksi multimedia
mutakhir atau pengajaran bebasis web. Strategi ini sering di klasifikasikan
sesuai dengan tingkat pemahaman perindividu. Pengajaran perindividu ini
menunjukkan isi materi atau tujuan pembelajaran yang disesuaikan untuk setiap
individu pelajar. Sehingga hal ini memungkinan adanya seorang pelajar yang
masih mempelajari unit satu sementara pelajar yang lain sudah ke unit lima. Sedangkan pendekatan
kelompok adalah tipe pengajaran dimana ketika ujian semua peserta ajar mengikutinya
sesuai jadwal yang ditetapkan. Tingkatan kedua adalah strategi pembelajaran,
yang menjelaskan serangkaian formula dan metoda pembelajaran untuk mencapai
tujuan. Dimana, tujuan utama kita adalah mendesain suatu pembelajaran yang
efektif dan efisien, sehingga pelajar dapat menunjukkan hasil yang reliable setiap
waktu. Formula tadi mendeskripsikan metoda yang paling optimum untuk setiap
tipe isi pembelajaran, membimbing dalam merancang urutan pembelajaran dan
merealisasikannya ke dalam strategi penyampaian. Biasanya metode ini dibuat
berdasarkan pada penelitian atau pengalaman.
Berikut adalah
pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat
strategi pembelajaran:
·
Apakah
cara terbaik untuk mengajarkan fakta, konsep, peraturan, prosedur, kecakapan
individu, atau sikap?
·
Bagaimana
saya dapat membuat pembelajaran yang bermakna?
·
Bagaimana
saya dapat mengajarkan tujuan pembelajaran yang berfokus pada kecakapan
individu?
·
Cara
terbaik apakah untuk menyajikan isi materi sehingga setiap pelajar dapat
mencapai tujuan pembelajaran?
Belajar adalah sebuah proses aktif
dimana pelajar menggagas hubungan yang bermakna antara pengetahuan yang baru
diterima dengan pengetahuan yang dimiliki pelajar sebelumnya. Strategi
perancangan pembelajaran yang baik akan memotivasi pelajar untuk secara aktif
membuat hubungan antara apa yang diketahui pelajar dengan informasi yang baru
diterima. Menurut Hamzah (2006), setidaknya ada tiga jenis strategi yang
berkaitan dengan pembelajaran, yaitu:
1. Strategi pengorganisasian pembelajaran
2. Strategi penyampaian pembelajaran
3. Strategi pengelolaan pembelajaran
Strategi penyampaian pengajaran menekankan pada media apa yang dipakai
untuk menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar apa yang dilakukan pelajar, dan
dalam struktur belajar mengajar yang bagaimana. Strategi pengelolaan menekankan
kepada penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan
strategi penyampaian pengajaran, termasuk pula pembuatan catatan tentang
kemajuan belajar peserta ajar.
RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Rumusan berikut adalah berguna sebagai panduan pembuatan strategi
pembelajaran guna mencapai tampilan isi masing-masing.
1. Rumusan untuk
Fakta Pengajaran
Fakta adalah asosiasi pernyataan
hubungan antara dua hal tertentu. Untuk fakta yang nyata, di awal presentasi
sebaiknya pelajar dihadapkan pada pengalaman langsung dengan objek
pembelajaran. Misalnya untuk menyampaikan fakta bahwa isi buah manggis itu
berwarna putih, maka kita harus membuka atau membelah buah manggis tersebut dan
membiarkan pelajar mengetahui warna isi buah tersebut. Ketika mengajarkan fakta
yang abstrak, maka pengajar pertama-tama mencari representasi yang mewakili
fakta, misalnya dengan menampilkan gambar dari artefak.
2. Rumusan untuk
Konsep Pengajaran
Konsep adalah kategori yang digunakan untuk gagasan atau
sesuatu yang serupa untuk mengorganisir pengetahuan. Rekomendasi strategi
pemanggilan kembali untuk konsep adalah semacam pengulangan, latihan,
peninjauan dan membantu mengingat kembali.
3. Rumusan untuk
Prinsip dan Peraturan Pengajaran
Prinsip atau aturan adalah pernyataan yang menyatakan
hubungan antara konsep-konsep.
4. Rumusan untuk
Prosedur Pengajaran
Prosedur adalah bagian dari langkah-langkah pelajar untuk
memenuhi tugas. Seperti konsep dan prinsip, prosedur dapat pula diambil dalam
bentuk pemanggilan kembali (recall) atau aplikasi. Menampilkan kembali menuntut
pelajar untuk membuat daftar urutan atau menggambarkan langkah-langkah dalam
prosedur, sedangkan aplikasi menuntut pelajar untuk mendemonstrasikan prosedur
tersebut.
5. Rumusan untuk
Kecakapan Individu Pengajaran (Interpersonal Skills)
Interpersonal skill selaras dengan membangun kemampuan
berkomunikasi. Penampilan untuk Interpersonal skill ini dapat berupa recall
ataupun aplikasi, dengan tekanan pokok pada aplikasi.
6. Rumusan untuk
Sikap Pengajaran
Sikap terdiri dari kepercayaan dan asosiasi behavior atau
respon. Strategi untuk mengajarkan perubahan sikap adalah sama dengan strategi
untuk tujuan interpersonal. Rumusan untuk sikap adalah model behavior,
membangun model verbal dan imaginasi, menggunakan latihan mental.
PERANAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Desain pembelajaran berkaitan erat
dengan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan
aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran. Sebab segala
kegiatan pembelajaran muaranya pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan
pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yakni kemampuan yang harus
dimiliki oleh peserta ajar. Kompetensi yang harus dicapai dirumuskan dalam
bentuk perubahan perilaku yang terukur yang selanjutnya dinamakan objective.
Perubahan perilaku sebagai objective dikembangkan oleh Merger dalam
format ABCD, yaitu Audience (siapa yang harus memiliki kemampuan), Behavior
(perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition (dalam
kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai
hasil belajar yang telah diperolehnya), Degree (kualitas atau kuantitas
tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).Bentuk perumusannya
dapat dilihat pada contoh berikut ini. Disampaikan tentang Teknik presentasi
dengan powerpoint(C), diharapkan peserta belajar(A), dapat mengoperasikan(B)
tools dalam powerpoint dengan tepat sesuai fungsinya(D).
Dalam rumusan tujuan pembelajaran
diatas, yakni dapat mengoperasikan. Perilaku tersebut merupakan perilaku
yang terukur yang dapat diobservasi. Kata mengoperasikan merupakan
perilaku yang spesifik atau yang kita sebut sebagai kompetensi. Oleh karena
tujuan pembelajaran atau kompetensi merupakan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai, maka desainer pembelajaran harus segera merumuskan item tes sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Perumusan tes setelah perumusan
tujuan bukan hanya berguna dalam menentukan indikator keberhasilan, akan tetapi
juga berfungsi untuk mengecek ketepatan rumusan tujuan (Sanjaya Wina 2008).
PERAN
DAN TANGGUNG JAWAB GURU
Peranan (role) guru artinya keseluruhan perilaku yang harus dilakukan
guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Di dalam keluarga guru perperan
sebagai pendidik dalam keluarga, sedangkan di masyarakat, guru berperan sebagai
pembina masyarakat (sosial developer), pendorong (social motivator), penemu
(sosial inovator) dan sebagai agen masyarakat (social agent).
Beberapa faktor
yang ikut mempengaruhi kinerja guru:
1.
imbalan
kerja
2.
rasa
aman dalam pekerjaan
3.
kondisi
kerja yang baik
4.
kesempatan
pengembangan diri
5.
hubungan
pribadi
Kompetensi guru adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang harus
ada pada seseorang agar dapat menunjukan perilakunya sebagai guru. Kompetensi guru meliputi kompetensi personal, kompetensi profesional,
kompetensi sosial, kompetensi intelektual dan kompetensi spiritual. Guru
profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan
yang didukung oleh etika profesi yang kuat.
Kepribadian merupakan keseluruhan
perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan
atau kekhasan seseorang dalam interkasi dengan lingkungan diberbagai situasi
dan kondisi. Dalam lingkup pendidikan, penampilan guru merupakan hal yang amat
penting untuk mewujudkan kineja secara tapat dan efektif. Dengan demikian sifat
utama seorang guru adalah kemampuannya dalam mewujudkan penampilan kualitas
kepribadian dalam interaksi pendidikan yang sebaik-baiknya agar kebutuhan dan
tujuan tercapai secara efektif.
Guru memiliki tugas yang beragam
yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang
profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai
profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan
adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik
simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan
guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang
guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri
siswa.
Guru adalah posisi yang strategis
bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan
oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin
signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin
terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain
potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan
gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di
tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu proses belajar mengajar yang
dibawakan’ guru harus senantiasa bermakna. Karenanya, proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian
perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi
atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa
belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan
antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan
nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran
guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai
pengajar (teacher), seperti fungsinya
yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning
manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di
mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk
menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai
prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran
guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang
peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan
oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern
sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem,
nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan
hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut.
Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi
yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun
harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di
Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu
tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan
juga di Indonesia,
usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas
berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio,
pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul,
mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun
informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende,
2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran
yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis web).
Sungguhpun
demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul,
peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam
pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan
mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui
televisi.
Dengan
demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang
tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan
tuntutan sistem tersebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru
memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas
dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sebagaimana
telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signifikan dalam
proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi
banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator,
konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang
dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1)
Demonstrator
2)
Manajer/pengelola kelas
3)
Mediator/fasilitator
4)
Evaluator
Selain
berperan dalam aspek-aspek strategis diatas, guru juga memiliki peran dalam
mempersiapkan berbagai hal yang terkait dengan proses pembelajaran (design dan
perencanaan pembelajaran).
Dalam
perencanaan sistem pembelajaran, guru tidak hanya berfungsi sebagai perencana
pembelajaran tetapi juga sebagai pelaksana perencanaan pembelajaran dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Bahkan sebagai penilai keberhasilan
perencanaan yang telah disusun setelah diterapkan dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Ketiga peran tersebut tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya, karena kecakapan guru dalam menyusun dan mengelola pembelajaran
sangat membantu dalam menjalankan tugasnya secra efektif dan efisien. Sebelum
menyusun perencanaan sistem pembelajaran, diharapkan guru terlebih dahulu
memiliki kecakapan berpikir ilmiah mengenai apa yang akan diajarkan? Untuk apa
kita mengajarkan topic tersebut? Materi apa yang kita perlukan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang kita inginkan? Bagaimana cara mengajarkan serta
prosedur pencapaiannya? Dari mana materi tersebut bisa diperoleh dan alat apa
yang bisa digunakan untuk memperjelas materi yang disajikan? Dan bagaimana cara
menilai keberhasilan proses belajar mengajar?
Untuk
membantu proses berpikir ilmiah tersebut guru harus memilki empat kompetensi
yaitu :1) memiliki pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku anak didik
serta mampu menerjemahkan ke situasi riel. 2) memilki sikap yang tepat terhadap
diri sendiri, sekolah, peserta didik, teman sejawat, dan mata pelajaran yang
dibina. 3) menguasai mata pelajaran yang diajarkan. 4) memilki keterampilan
teknis dalam mengajar, yakni keterampilan merencanakan pelajaran, bertanya,
menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik dalam mengajar, mengelola
kelas, memotivasi peserta didik, dan menilai pencapaian keberhasilan peserta
didik.
Cooper,
dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru yakni (a) mempunyai
pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku manusia, (b) mempunyai pengetahuan
dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat
tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya,
(d) mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Ada
empat yang harus dikuasai guru, yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan
mendiagnosis tingkahlaku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran,
dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Sementara
Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai
berikut;
1.
Kompetensi
bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata
pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dan
tingkahlaku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan
tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang bimbingan
penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan
pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
2.
Kompetensi
bidang sikap artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan
dengan tugas dan profesinya. misalnya, sikap menghargai pekerjaannya, mencintai
dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap
toleransi terhadap sesama teman profesinya dan memiliki kemauan yang keras
untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
3.
Kompetensi
prilaku / performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan /
berprilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat
Bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan
semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan
mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.
George
J. Mouly mengatakan bahwa ketiga bidang tersebut (kognitif, sikap dan perilaku)
mempunyai hubungan hierarkis. Artinya, saling mendasari satu sama lain.
Kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya.
Menurut
Crow and Crow kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi:
1.
Penguasaan
subjek-matter yang akan diajarkan.
2.
Keadaan
fisik dan kesehatannya .
3.
Sifat–sifat
pribadi dan control emosinya.
4.
Memahami
sifat–sifat dan perkembangan manusia.
5.
Pengetahuan
dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip–prinsip belajar.
6.
Kepekan
dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis.
7.
Minatnya
terhadap perbaikan professional dan pengayaan cultural yang terus–menerus
dilakukan.
LANGKAH-LANGKAH
MENDESAIN PEMBELAJARAN
Berbagai
model dapat dikembangkan dalam mengorganisasi pengajaran. Salah satu
diantaranya adalah model Dick and Carey (1985) dengan langkah-lanhkah sebagai
berikut:
(1)
mengindentifikasi tujuan umum pengajaran,
(2)
melaksanakan analisis pengajaran,
(3)
mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa,
(4)
merumuskan tujuan performansi,
(5)
mengembangkan butir-butir tes acuan patokan,
(6)
mengembangkan strategi pengajaran,
(7)
mengembangkan dan memilih material pengajaran,
(8)
mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif,
(9)
merevisi bahan pembelajaran, dan
(10)
mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif
Wallahu alam bissawab
Tb. Maman Suherman
Sumber:
·
Hamzah
B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran.
Jakarta: PT
Bumi Aksara.
·
Nana
Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
·
Omar
Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung:
Bumi Aksara
·
Permendiknas
RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
·
W.
Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta :
Grasindo.
·
Miarso,
Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Prenade Media
·
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi
Pembelajaran ; landasan dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar