Jumat, 06 Januari 2012

UAS Desain & Perencanaan Pembelajaran: Lily Barlia, M.Sc., M.Ed, Ph.D.


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA BANTEN


UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

MATA KULIAH          : DESIGN & PERENCANAAN PEMBELAJARAN
PRODI                    : TPm
KELAS                     : E (AL-AZHAR)
DOSEN                   : LILY BARLIA, M.Sc., M.Ed., Ph.D.


NAMA                         : TB. MAMAN SUHERMAN
NIM                            : 2321100 217



PERAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU DALAM MEMYUSUN DESAIN DAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN

PENGERTIAN DESAIN PEMBELAJARAN
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.

Desain pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah, dimana langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang, mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar (Seels & Richey, AECT 1994).
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Morisson, Ross & Kemp (2007) yang mendefinisikan desain pembelajaran sebagai suatu proses desain yang sistematis untuk menciptakan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, serta membuat kegiatan pembelajaran lebih mudah, yang didasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai teori-teori pembelajaran, teknologi informasi, sistematika analisis, penelitian dalam bidang pendidikan, dan metode-metode manajemen. Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi.
Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran. Keempat hal tersebut mewakili pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau peserta ajar)
2. Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
3. Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi pembelajaran)
4. Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai? (prosedur evaluasi)

IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk itu para desainer dapat menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga bentuk pendekatan yang berbeda-beda berikut dalam mengidentifikasi masalah, yaitu:

a. Analisis Kebutuhan
Dalam konteks pengembangan kurikulum, John McNeil (1985) mendefinisikan analisis kebutuhan sebagai suatu proses yang menentukan kebutuhan dalam pendidikan dan apa yang menjadi prioritasnya. Kebutuhan yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana terdapat suatu kesenjangan antara apa yang diterima oleh siswa dengan apa yang diharapkan diterima oleh siswa. Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Seels dan Glasgow (1990) yang menyatakan bahwa analisis kebutuhan adalah proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan tersebut untuk dipecahkan.
Berdasarkan pengertian di atas disebutkan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaannya. Proses yang diawali dengan perencanaan, mengumpulkan data, menganalisa, dan berakhir pada mempersiapkan laporan akhir.
Proses analisis kebutuhan menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) proses tersebut mempunyai empat fungsi, diantaranya adalah:
1. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan tugas-tugas tertentu, yaitu masalah apa yang mempengaruhi performance.
2. Proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat kritis, termasuk kebutuhan yang mempengaruhi dari segi financial, keselamatan, atau mengganggu stabilitas lingkungan pendidikan.
3. Proses untuk menyusun prioritas guna menyeleksi suatu intervensi.
4. Proses yang menyediakan data dasar untuk menguji efektifitas suatu pembelajaran.

b. Analisis Tujuan
Kadang-kadang pendekatan analisis kebutuhan tidak praktis dan realistis, oleh sebab itu biasa digunakan pendekatan alternatif lainnya untuk mendefinisikan masalah, yaitu analisis tujuan. Mager (1984) mendeskripsikan analisis tujuan sebagai suatu metode untuk mendefinisikan yang tidak terdefinisikan. Beberapa desainer menganggap analisis tujuan sebagai suatu bagian penting dalam proses analisis kebutuhan. Tidak seperti analisis kebutuhan yang dimulai dengan mengidentifikasi masalah, analisis tujuan dimulai dengan memberikan saran berupa suatu permasalahan.Misalnya, seorang kepala sekolah memintamu untuk mengatur suatu pelatihan internet bagi guru di sekolahnya. Ketika anda tidak mengenal para guru, anda dapat menghadiri pertemuan fakultas keguruan misalnya dan mengadakan analisis tujuan untuk menentukan apa yang para guru inginkan dalam pelatihan itu. Analisis tujuan juga dapat menggunakan data dari analisis kebutuhan untuk menyusun prioritas. Misalnya, analisis kebutuhan mengidentifikasi kebutuhan untuk melaksanakan pelatihan internet bagi para guru. Dari data tersebut, analisis tujuan akan menggunakan kebutuhan tersebut serta mewawancara kegiatan pelatihan itu untuk menentukan tujuan pengajaran. Sejalan dengan Klein, dkk (1971) dan Mager (1984a), Morisson dkk (2007) memaparkan ada enam tahapan dalam analisis tujuan, diantaranya: (1) identifikasi tujuan, dengan mengikutsertakan para ahli yang memahami permasalahan yang sedang dihadapi untuk menentukan satu atau dua tujuan yang berhubungan dengan kebutuhan tadi. Suatu tujuan yang mengarahkan kita pada permasalahan yang ada; (2) menyusun hasil yang ingin dicapai, artinya membiarkan para ahli tadi untuk membuat sejumlah hasil yang ingin dicapai untuk setiap tujuan yang sudah dibuat. Hasil tersebut harus mengidentifikasikan sikap yang ditunjukkan siswa; (3) memperbaiki hasil, tahap ini adalah tahap utama penyeleksian, seperti sorot semua hasil yang ada dan hapus jika ada yang double, kombinasikan hasil yang serupa dan lain sebagainya untuk memperjelas pernyataan hasil akhirnya; (4) mengurutkan hasil, urut dan pilihlah hasil yang paling penting.Mengurutkannya itu bisa berdasarkan manfaatnya, hal-hal yang dapat menyebabkan masalah jika hal tersebut diabaikan, atau criteria-kriteria yang relevan lainnya. (5) memperbaiki hasil kembali, tahap ini memverifikasi kebutuhan yang ada dan hasil yang ingin dicapai memiliki saling keterkaitan dengan tugasnya, yaitu dengan cara mengidentifikasikan kesenjangan antara hasil yang ingin dicapai dengan kenyataan yang ada. (6) membuat final ranking, maksudnya mengurutkan kembali urutan hasil yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan seberapa penting hasil yang ingin dicapai itu dapat mendukung pengajaran, kemudian mempertimbangkan pula efek secara keseluruhan dari hasil tadi.

c. Analisis performance
Mager (1984) mendeskripsikan analisis performance sebagai suatu bantuan untuk mengidentifikasi masalah performance. Rosetti (1999) mendeskripsikan proses ini sebagai pencarian sumber masalah. Analisis ini membantu untuk memutuskan apakah hasil pelatihan itu benar-benar dialamatkan pada masalah agar diselenggarakannya pelatihan atau karena adanya intervensi lain yang lebih mengenai Kebutuhan atau masalah individu ataupun suatu organisasi sering berubahubah, masalah hari ini belum tentu sama dengan masalah yang akan dihadapi satu atau enam bulan yang akan datang. Oleh sebab itu, analisis kebutuhan, analisis tujuan dan analisis performance sering dibatasi oleh waktu dan harus selalu diperbaharui.
Pertanyaan selanjutnya, kapan desainer pembelajaran melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada? Roseti (1999) mengidentifikasi ada 4 peluang untuk mengidentifikasi masalah yang muncul, diantaranya pada saat memperkenalkan atau menyambut suatu produk baru. Kesempatan kedua yaitu pada saat merespon permasalahan yang terjadi. Ketiga, pada saat menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan kompetensi sumber daya manusia, sehingga mereka selalu dapat berkontribusi kepada pertumbuhan suatu organisasi. Dan yang keempat adalah pengembangan strategi, dimana suatu analisa dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membuat keputusandalam merencanakan suatu strategi.

d. Analisis Karakteristik Siswa
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, komponen dasar pertama dalam suatu perencanaan desain pembelajaran adalah siswa. Proses pembelajaran pada hakikatnya bertujuan untuk membelajarkan siswa agar memperoleh tujuan yang ingin dicapai, oleh sebab itu siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Dengan demikian, analisis siswa merupakan suatu hal yang sangat penting sebelum merencanakan suatu desain pembelajaran untuk mengetahui kondisi siswa, seperti informasi apa saja yang harus diterima ataupun yang dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum? Masalah apa saja yang mereka hadapi dalam proses belajar? dan lain sebagainya. Kemudian keputusankeputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaranpun disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri.
Diawal analisa, tugas yang paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi karakteristik mereka yang paling krusial terhadap pencapaian tujuan pelatihan. Heinich, Molenda, Russell, dan Smaldino (1999) menyarankan kepada para desainer untuk mempertimbangkan tiga buah karakteristik siswa diawal proses analisa, yaitu: karakteristik umum, karakteristik yang spesifik dan gaya belajar. Karakteristik umum merupakan variable yang luas, seperti jenis kelamin, usia, pengalaman kerja, pendidikan, dan suku bangsa. Kemudian karakteristik yang spesifik meliputi kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa untuk mengikuti pembelajaran. Sedangkan gaya belajar lebih kepada sifat perorangan dalam melakukan tugas belajarnya dan memproses informasi. Sebagian dari mereka suka mencari metode-metode tertentu yang paling sesuai untuk belajar. Selama ini, telah diketahui bahwa daripada menghadiri kuliah dan membaca teks  materi, beberapa individu lebih nyaman belajar dari media visual, dan ada pula yang lebih nyaman lagi belajar dari aktifitas fisik dan manipulasi objek.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Dalam konteks pendidikan, tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga, dan sebagai arah yang harus dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan pembelajaran adalah jantungnya, dan suatu proses pembelajaran terjadi manakala terdapat tujuan yang harus dicapai. Setiap guru perlu memahami dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran, karena rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan pencapaian tujuan merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
Tujuan pembelajaran juga dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa dalam melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan hal tersebut, guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa belajar.
Tujuan pembelajaran membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, alat, media dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran juga dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru dapat mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.

STRATEGI PEMBELAJARAN
Desain pembelajaran dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu strategi penyampaian dan strategi pembelajaran. Strategi penyampaian menggambarkan lingkungan belajar secara umum. Lingkungan belajar ini mulai dari presentasi pengajaran biasa hingga ke interaksi multimedia mutakhir atau pengajaran bebasis web. Strategi ini sering di klasifikasikan sesuai dengan tingkat pemahaman perindividu. Pengajaran perindividu ini menunjukkan isi materi atau tujuan pembelajaran yang disesuaikan untuk setiap individu pelajar. Sehingga hal ini memungkinan adanya seorang pelajar yang masih mempelajari unit satu sementara pelajar yang lain sudah ke unit lima. Sedangkan pendekatan kelompok adalah tipe pengajaran dimana ketika ujian semua peserta ajar mengikutinya sesuai jadwal yang ditetapkan. Tingkatan kedua adalah strategi pembelajaran, yang menjelaskan serangkaian formula dan metoda pembelajaran untuk mencapai tujuan. Dimana, tujuan utama kita adalah mendesain suatu pembelajaran yang efektif dan efisien, sehingga pelajar dapat menunjukkan hasil yang reliable setiap waktu. Formula tadi mendeskripsikan metoda yang paling optimum untuk setiap tipe isi pembelajaran, membimbing dalam merancang urutan pembelajaran dan merealisasikannya ke dalam strategi penyampaian. Biasanya metode ini dibuat berdasarkan pada penelitian atau pengalaman.
Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat strategi pembelajaran:
·         Apakah cara terbaik untuk mengajarkan fakta, konsep, peraturan, prosedur, kecakapan individu, atau sikap?
·         Bagaimana saya dapat membuat pembelajaran yang bermakna?
·         Bagaimana saya dapat mengajarkan tujuan pembelajaran yang berfokus pada kecakapan individu?
·         Cara terbaik apakah untuk menyajikan isi materi sehingga setiap pelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran?

Belajar adalah sebuah proses aktif dimana pelajar menggagas hubungan yang bermakna antara pengetahuan yang baru diterima dengan pengetahuan yang dimiliki pelajar sebelumnya. Strategi perancangan pembelajaran yang baik akan memotivasi pelajar untuk secara aktif membuat hubungan antara apa yang diketahui pelajar dengan informasi yang baru diterima. Menurut Hamzah (2006), setidaknya ada tiga jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yaitu:
1. Strategi pengorganisasian pembelajaran
2. Strategi penyampaian pembelajaran
3. Strategi pengelolaan pembelajaran
Strategi penyampaian pengajaran menekankan pada media apa yang dipakai untuk menyampaikan pengajaran, kegiatan belajar apa yang dilakukan pelajar, dan dalam struktur belajar mengajar yang bagaimana. Strategi pengelolaan menekankan kepada penjadwalan penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian pengajaran, termasuk pula pembuatan catatan tentang kemajuan belajar peserta ajar.

RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Rumusan berikut adalah berguna sebagai panduan pembuatan strategi pembelajaran guna mencapai tampilan isi masing-masing.
1. Rumusan untuk Fakta Pengajaran
Fakta adalah asosiasi pernyataan hubungan antara dua hal tertentu. Untuk fakta yang nyata, di awal presentasi sebaiknya pelajar dihadapkan pada pengalaman langsung dengan objek pembelajaran. Misalnya untuk menyampaikan fakta bahwa isi buah manggis itu berwarna putih, maka kita harus membuka atau membelah buah manggis tersebut dan membiarkan pelajar mengetahui warna isi buah tersebut. Ketika mengajarkan fakta yang abstrak, maka pengajar pertama-tama mencari representasi yang mewakili fakta, misalnya dengan menampilkan gambar dari artefak.
2. Rumusan untuk Konsep Pengajaran
Konsep adalah kategori yang digunakan untuk gagasan atau sesuatu yang serupa untuk mengorganisir pengetahuan. Rekomendasi strategi pemanggilan kembali untuk konsep adalah semacam pengulangan, latihan, peninjauan dan membantu mengingat kembali.
3. Rumusan untuk Prinsip dan Peraturan Pengajaran
Prinsip atau aturan adalah pernyataan yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep.
4. Rumusan untuk Prosedur Pengajaran
Prosedur adalah bagian dari langkah-langkah pelajar untuk memenuhi tugas. Seperti konsep dan prinsip, prosedur dapat pula diambil dalam bentuk pemanggilan kembali (recall) atau aplikasi. Menampilkan kembali menuntut pelajar untuk membuat daftar urutan atau menggambarkan langkah-langkah dalam prosedur, sedangkan aplikasi menuntut pelajar untuk mendemonstrasikan prosedur tersebut.
5. Rumusan untuk Kecakapan Individu Pengajaran (Interpersonal Skills)
Interpersonal skill selaras dengan membangun kemampuan berkomunikasi. Penampilan untuk Interpersonal skill ini dapat berupa recall ataupun aplikasi, dengan tekanan pokok pada aplikasi.
6. Rumusan untuk Sikap Pengajaran
Sikap terdiri dari kepercayaan dan asosiasi behavior atau respon. Strategi untuk mengajarkan perubahan sikap adalah sama dengan strategi untuk tujuan interpersonal. Rumusan untuk sikap adalah model behavior, membangun model verbal dan imaginasi, menggunakan latihan mental.

PERANAN TUJUAN PEMBELAJARAN
Desain pembelajaran berkaitan erat dengan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yakni kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta ajar. Kompetensi yang harus dicapai dirumuskan dalam bentuk perubahan perilaku yang terukur yang selanjutnya dinamakan objective. Perubahan perilaku sebagai objective dikembangkan oleh Merger dalam format ABCD, yaitu Audience (siapa yang harus memiliki kemampuan), Behavior (perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition (dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya), Degree (kualitas atau kuantitas tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).Bentuk perumusannya dapat dilihat pada contoh berikut ini. Disampaikan tentang Teknik presentasi dengan powerpoint(C), diharapkan peserta belajar(A), dapat mengoperasikan(B) tools dalam powerpoint dengan tepat sesuai fungsinya(D).
Dalam rumusan tujuan pembelajaran diatas, yakni dapat mengoperasikan. Perilaku tersebut merupakan perilaku yang terukur yang dapat diobservasi. Kata mengoperasikan merupakan perilaku yang spesifik atau yang kita sebut sebagai kompetensi. Oleh karena tujuan pembelajaran atau kompetensi merupakan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, maka desainer pembelajaran harus segera merumuskan item tes sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Perumusan tes setelah perumusan tujuan bukan hanya berguna dalam menentukan indikator keberhasilan, akan tetapi juga berfungsi untuk mengecek ketepatan rumusan tujuan (Sanjaya Wina 2008).

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU
Peranan (role) guru artinya keseluruhan perilaku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Di dalam keluarga guru perperan sebagai pendidik dalam keluarga, sedangkan di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (sosial developer), pendorong (social motivator), penemu (sosial inovator) dan sebagai agen masyarakat (social agent).
Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi kinerja guru:
1.      imbalan kerja
2.      rasa aman dalam pekerjaan
3.      kondisi kerja yang baik
4.      kesempatan pengembangan diri
5.      hubungan pribadi

Kompetensi guru adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang harus ada pada seseorang agar dapat menunjukan perilakunya sebagai guru. Kompetensi guru meliputi kompetensi personal, kompetensi profesional, kompetensi sosial, kompetensi intelektual dan kompetensi spiritual. Guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat.
Kepribadian merupakan keseluruhan perilaku dalam berbagai aspek yang secara kualitatif akan membentuk keunikan atau kekhasan seseorang dalam interkasi dengan lingkungan diberbagai situasi dan kondisi. Dalam lingkup pendidikan, penampilan guru merupakan hal yang amat penting untuk mewujudkan kineja secara tapat dan efektif. Dengan demikian sifat utama seorang guru adalah kemampuannya dalam mewujudkan penampilan kualitas kepribadian dalam interaksi pendidikan yang sebaik-baiknya agar kebutuhan dan tujuan tercapai secara efektif.
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu proses belajar mengajar yang dibawakan’ guru harus senantiasa bermakna. Karenanya, proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis web).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem ter­sebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangatlah signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1)     Demonstrator
2)     Manajer/pengelola kelas
3)     Mediator/fasilitator
4)     Evaluator
Selain berperan dalam aspek-aspek strategis diatas, guru juga memiliki peran dalam mempersiapkan berbagai hal yang terkait dengan proses pembelajaran (design dan perencanaan pembelajaran).
Dalam perencanaan sistem pembelajaran, guru tidak hanya berfungsi sebagai perencana pembelajaran tetapi juga sebagai pelaksana perencanaan pembelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar. Bahkan sebagai penilai keberhasilan perencanaan yang telah disusun setelah diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Ketiga peran tersebut tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, karena kecakapan guru dalam menyusun dan mengelola pembelajaran sangat membantu dalam menjalankan tugasnya secra efektif dan efisien. Sebelum menyusun perencanaan sistem pembelajaran, diharapkan guru terlebih dahulu memiliki kecakapan berpikir ilmiah mengenai apa yang akan diajarkan? Untuk apa kita mengajarkan topic tersebut? Materi apa yang kita perlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kita inginkan? Bagaimana cara mengajarkan serta prosedur pencapaiannya? Dari mana materi tersebut bisa diperoleh dan alat apa yang bisa digunakan untuk memperjelas materi yang disajikan? Dan bagaimana cara menilai keberhasilan proses belajar mengajar?
Untuk membantu proses berpikir ilmiah tersebut guru harus memilki empat kompetensi yaitu :1) memiliki pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku anak didik serta mampu menerjemahkan ke situasi riel. 2) memilki sikap yang tepat terhadap diri sendiri, sekolah, peserta didik, teman sejawat, dan mata pelajaran yang dibina. 3) menguasai mata pelajaran yang diajarkan. 4) memilki keterampilan teknis dalam mengajar, yakni keterampilan merencanakan pelajaran, bertanya, menggunakan strategi, pendekatan, metode dan teknik dalam mengajar, mengelola kelas, memotivasi peserta didik, dan menilai pencapaian keberhasilan peserta didik.
Cooper, dalam Sudjana, mengemukakan empat kompetensi guru yakni (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Ada empat yang harus dikuasai guru, yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkahlaku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Sementara Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut;
1.      Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
2.      Kompetensi bidang sikap artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. misalnya, sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya dan memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
3.      Kompetensi prilaku / performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan / berprilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.

George J. Mouly mengatakan bahwa ketiga bidang tersebut (kognitif, sikap dan perilaku) mempunyai hubungan hierarkis. Artinya, saling mendasari satu sama lain. Kompetensi yang satu mendasari kompetensi lainnya.
Menurut Crow and Crow kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi:
1.      Penguasaan subjek-matter yang akan diajarkan.
2.      Keadaan fisik dan kesehatannya .
3.      Sifat–sifat pribadi dan control emosinya.
4.      Memahami sifat–sifat dan perkembangan manusia.
5.      Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip–prinsip belajar.
6.      Kepekan dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis.
7.      Minatnya terhadap perbaikan professional dan pengayaan cultural yang terus–menerus dilakukan.
LANGKAH-LANGKAH MENDESAIN PEMBELAJARAN
Berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisasi pengajaran. Salah satu diantaranya adalah model Dick and Carey (1985) dengan langkah-lanhkah sebagai berikut:
(1) mengindentifikasi tujuan umum pengajaran,
(2) melaksanakan analisis pengajaran,
(3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa,
(4) merumuskan tujuan performansi,
(5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan,
(6) mengembangkan strategi pengajaran,
(7) mengembangkan dan memilih material pengajaran,
(8) mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif,
(9) merevisi bahan pembelajaran, dan
(10) mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif

Wallahu alam bissawab

  Tb. Maman Suherman
Sumber:
·         Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
·         Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
·         Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
·         Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
·         W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.
·         Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Prenade Media
·         Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran ; landasan dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar